https://situbondo.times.co.id/
Wawancara Khusus

Diabetes Tak Takut Insulin, tapi Takut Usus Sehat

Rabu, 05 November 2025 - 18:23
Diabetes Tak Takut Insulin, tapi Takut Usus Sehat Ge Recta Geson, Pakar Probiotik dan Pendiri AMRO Institute.

TIMES SITUBONDO, JAKARTA – Di tengah meningkatnya jumlah penderita Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) di Indonesia, muncul pendekatan baru yang menawarkan harapan: bukan sekadar menurunkan kadar gula, tapi menyembuhkan tubuh dari akar masalahnya. Dialah Ge Recta Geson, pakar probiotik dan pendiri AMRO Institute, lembaga riset yang fokus pada bioterapi kausal dan restoratif berbasis mikrobiota usus.

Dalam wawancara eksklusif bersama TIMES Indonesia, Recta memaparkan bagaimana keseimbangan mikrobiota di usus memegang peran kunci dalam mengendalikan peradangan kronis yang menjadi pemicu utama resistensi insulin.

Ia menjelaskan konsep “revolusi bioterapi”-pendekatan ilmiah yang memulihkan fungsi tubuh melalui perbaikan gaya hidup dan penggunaan probiotik multistrain.

Pendekatan ini menantang dogma lama bahwa diabetes tipe 2 tak dapat disembuhkan. “Kesehatan sejati,” ujarnya, “berawal dari usus yang sehat.”

Berikut petikan wawancara eksklusifnya.

Banyak yang menyebut Diabetes Tipe 2 sebagai “pandemi sunyi.” Apa sebenarnya yang membuat penyakit ini begitu berbahaya?

Istilah “pandemi sunyi” sangat tepat. Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) berkembang perlahan tanpa gejala mencolok. Tapi dampaknya luar biasa. Saat ini lebih dari 500 juta orang di dunia mengidapnya, dan Indonesia berada di peringkat kelima dunia menurut data International Diabetes Federation (2023).

Wah, cukup menakutkan ya?

Benar. Tapi sesungguhnya yang membuatnya menakutkan bukan hanya angka itu, melainkan komplikasinya. Bisa penyakit jantung koroner, stroke, dan gagal ginjal kronis. Tiga penyakit ini disebut katastropik diseases, karena bisa menguras tabungan keluarga hingga mengguncang keuangan negara melalui sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Bukankah teknologi sudah maju?

Nah ini yang ironis. Meskipun teknologi medis berkembang pesat, jumlah penderita malah meningkat setiap tahun. Itu berarti ada sesuatu yang salah dalam cara kita memandang dan menangani penyakit ini.

Artinya ada yang salahkah. Maksud saya, bukankah penderita diabetes sudah diberi obat penurun gula bahkan insulin?

Betul. Tapi justru di situlah letak masalahnya. Kebanyakan terapi yang diberikan sekarang hanya menurunkan kadar gula darah, bukan menyembuhkan penyakitnya. Ini yang saya sebut terapi simptomatik. Hanya menghapus gejala, bukan sebab.

Maksudnya?

Begini. Akar masalah DMT2 bukan sekadar “gula berlebih.” Ia bermula dari ketidakseimbangan mikrobiota usus, atau istilah ilmiahnya gut dysbiosis.

Usus kita bukan hanya organ pencernaan, tapi “otak kedua” yang mengatur metabolisme, sistem imun, bahkan hormon. Ketika keseimbangan mikroba di dalamnya rusak, tubuh mulai kehilangan kendali atas sistem metabolik dan diabetes pun muncul.

Menarik. Jadi, hubungan antara usus dan diabetes ternyata sangat kuat?

Sangat kuat. Bayangkan, ketika mikrobiota di usus rusak, dinding usus menjadi rapuh dan bocor. Kondisi ini disebut “leaky gut” atau usus bocor. Akibatnya, zat beracun dari bakteri jahat (yang disebut endotoksin atau LPS, Red) menembus ke aliran darah. Itulah awal dari endotoxemia, yaitu tersebarnya endotoxin ke seluruh tubuh, lalu memicu peradangan derajat rendah yang menyala di seluruh tubuh (peradangan kronis). 

Pada peradangan kronis inilah yang membuat sel tubuh tidak lagi peka terhadap insulin. Gula akhirnya menumpuk di darah, menciptakan kondisi hiperglikemia. Dan dari sinilah lahir lingkaran setan: makin tinggi kadar gula, makin parah peradangan, makin rusak pembuluh darah.

Itu sebabnya saya sering bilang, DMT2 bukan penyakit gula, tapi penyakit peradangan yang bermula dari usus.

Berarti, ketika usus rusak, efeknya menjalar ke seluruh tubuh?

Persis. Kerusakan tidak berhenti di usus. Ia merembet ke metabolisme lemak di hati.

Maka muncullah dislipidemia aterogenik: kadar kolesterol jahat (LDL) dan trigliserida naik, sementara kolesterol baik (HDL) turun.

Ketika dislipidemia ini bersatu dengan hiperglikemia, pembuluh darah mulai kaku, tersumbat, dan rusak.

Apa itu yang kemudian menyebabkan penyakit degeratif lainnya?

Betul. Dari sinilah muncul penyakit jantung koroner, stroke, hingga gagal ginjal. Tiga bencana katastropik yang menjadi momok penderita diabetes.

Jadi, akar semua malapetaka itu sama: usus yang kehilangan keseimbangannya.

Lalu bagaimana cara menyembuhkannya dari akar, bukan sekadar menekan gejala?

Pendekatan baru ini kami sebut Bioterapi Kausal dan Restoratif.

Artinya, bukan menekan gejala, melainkan memulihkan sistem tubuh ke kondisi normal.

Ada dua pilar utama: perbaikan gaya hidup dan suplementasi probiotik multistrain.

Bisa dibahas satu per satu Pak. Apa yang dimaksud perbaikan gaya hidup?

Sederhana tapi konsisten. Keseimbangan mikrobiota sangat bergantung pada gaya hidup. Ada empat hal kunci.

Pertama, tidur cukup dan teratur. Tubuh butuh waktu memulihkan sel dan hormon. Kedua, aktivitas fisik rutin. Tidak perlu maraton, cukup jalan kaki 30 menit per hari.

Ketiga, konsumsi serat alami dari buah, sayur, dan makanan fermentasi. Dan, keempat, kesehatan emosional. Hindari stres, iri, cemburu, amarah, dan kekhawatiran berlebih. Semua itu mengacaukan sistem saraf dan mikrobiota.

Kalau keempatnya dijaga, mikrobiota baik akan kembali mendominasi. Keadaan ini disebut gut eubiosis. Begitu usus seimbang, peradangan reda, dan metabolisme pulih.

Bagaimana dengan probiotik multistrain yang Anda sebut tadi?

Nah, inilah pilar kedua dari bioterapi kausal. Probiotik multistrain adalah kombinasi mikroba baik seperti Lactobacillus plantarum, L. rhamnosus, Bifidobacterium bifidum, dan Rhodopseudomonas palustris. Mereka ibarat pasukan restorasi mikrobiota.

Tugas mereka antara lain: Menambal kebocoran dinding usus, Menghalangi endotoksin masuk ke darah, Menurunkan peradangan kronis, Memulihkan sensitivitas insulin, Menormalkan gula dan kolesterol darah.

Selain itu, probiotik menghasilkan Short-Chain Fatty Acids (SCFA) senyawa yang memperkuat pembuluh darah, menurunkan LDL, dan meningkatkan HDL.

Hasil akhirnya, sirkulasi darah membaik, tekanan oksidatif turun, dan organ vital mendapat kesempatan untuk pulih.

Apakah benar, Pak, bahwa diabetes tipe 2 bisa dipulihkan?

Saya paham banyak orang skeptis, karena selama puluhan tahun kita dicekoki dogma bahwa DMT2 itu progresif dan tak bisa disembuhkan. Padahal, penelitian terbaru menunjukkan: jika kita mengembalikan keseimbangan mikrobiota, tubuh mampu memperbaiki dirinya sendiri.

Ketika inflamasi mereda dan sensitivitas insulin pulih, gula darah bisa stabil tanpa ketergantungan obat. Bahkan fungsi organ yang sempat menurun bisa kembali mendekati normal.

Jadi, ya, DMT2 bisa dipulihkan bukan dalam semalam, tapi dengan proses restorasi yang benar.

Apakah ini berarti ilmu kedokteran modern mulai berbelok arah?

Bukan berbelok, tapi berkembang. Dulu kita fokus pada menekan gejala. Sekarang kita belajar memahami akar biologis dan mikrobiologis di balik penyakit.

Ini pertemuan menarik antara sains modern dan kebijaksanaan lama: bahwa kesehatan sejati berawal dari perut yang sehat.

Terakhir Pak, apa pesan Anda bagi penderita diabetes yang mungkin sedang putus asa?

Jangan pernah menyerah. Diabetes bukan vonis mati, melainkan sinyal tubuh untuk dipulihkan. Bioterapi kausal bukan hanya tentang minum probiotik, tapi tentang revolusi kesadaran.

Tubuh, pikiran, dan jiwa harus kembali ke harmoni alami yang dirancang Tuhan. Kalau usus kita sehat, seluruh sistem tubuh akan ikut sehat. Hidup pun bukan sekadar bertahan, tapi hidup dengan utuh dan penuh energi. (*)

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Situbondo just now

Welcome to TIMES Situbondo

TIMES Situbondo is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.