https://situbondo.times.co.id/
Kopi TIMES

Perang Era Digital, Mahasiswa Tampil Sebagai Panglima

Sabtu, 11 Desember 2021 - 16:06
Perang Era Digital, Mahasiswa Tampil Sebagai Panglima Miftahul Anam, Mahasiswa STAI Al-Utsmani Bondowoso, Diklat Pelatihan & Kepemimpinan Nasional 2 (2021).

TIMES SITUBONDO, BONDOWOSO – Industri 4.0 telah sering digemakan oleh banyak orang. Keadaan ketika dunia memasuki babak baru, yang hampir semua sektor saat ini sudah dijajah oleh teknologi. Perkembangannya cukup pesat dari tahun ke tahun. Masyarakat Indonesia dituntuk untuk menyesuaikan diri dengan zaman yang terus berovolusi ke arah yang lebih maju.

Dampaknya, beberapa pekerjaan manusia akan mengalami kepunahan, digantikan dengan munculnya banyak pekerjaan-pekerjaan baru yang membutuhkan skill dalam bidang teknologi. Seperti Cybersecurity, Cloud Computing, Mobile Technologies, Machine To Machine, 3D Printing, Anvence Robotic dan lain sebagainya. Bagi orang-orang yang penguasaannya rendah akan kalah dalam persaingan.

Kemajuan teknologi banyak memberikan suplai positif dengan mempermudah pekerjaan manusia. Namun, tak dapat kita abaikan dampak negatifnya yang juga kian meningkat. Yang paling nampak saat ini adalah informasi yang banyak berseliweran di media sosial. Jika dulu pemberitaan hanya dikuasai awak media, sekarang seakan semua orang menjadi reporter dan mengupload berita apa saja pada jejaring raksasa dunia. Informasi yang masuk tidak semuanya dapat dipercaya.

Media saat ini seperti bisa mengomando jalan pikiran masyarakat, misinformasi dan hoax seperti air bah yang membanjiri dan menyerang sosial media. Maka tak heran jika di Indonesia penyebaran pemikiran radikalisme dan intoleran sulit di bendung, sasarannya adalah merombak tatanan negara dan mendirikan negara baru yang menurut pemikiran mereka sesuai syariat. Sedangkan di barat, media mainstream menyebarkan berita tentang Islam teroris hingga muncul Islamovobia, yang sasaran utamanya adalah Islam.

Inilah yang disebut perang era baru. Perang dunia digital. Maka masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam tidak bisa tinggal diam, seluruh masyarakat dan umat harus bersiap menghadapi pertempuran dahsyat yang sesungguhnya telah dimulai. Menyiapkan pertahan untuk melindungi anak-anak bangsa sendiri dari pemikiran ektrimis, karena merekalah yang akan melanjutkan peperangan, jika pertahanan lemah, generasi bangsa mudah terpengaruh, maka esok baik Indonesia maupun Islam akan mengalami kekalahan. 

Untuk saat ini tidak cukup hanya dengan membangun benteng pertahanan, memagari generasi dan pemikiran sendiri dari serangan musuh yang sudah memasuki wilayah. Benteng pada saatnya akan rubuh, apalagi bisa saja anak-anak yang dibatasi akan melompati pagar. Dalam peperangan dituntut cepat, tepat dan skill yang hebat.

Jadi, apa hal terbaik yang bisa lakukan dalam peperangan ini?

Di tengah arus informasi dan media teknologi yang mengomban-ambingkan, di mana jutaan bahkan milyaran serangan pemikiran masuk seperti tsunami, pertahanan terbaik yang bisa kita lakukan adalah berenang. Ajari anak-anak kita berenang di tengah arus media. Di sini ada satu hal yang menarik dari salah satu hadits Nabi. Yang artinya: “Ajari anak-anak kalian memanah dan berenang.” 

Memanah dalam artian membidik, lalu melesatkan anak panah cinta, sebagai serana kita untuk menyebarkan ajaran yang benar, menebar dan menunjukkan bahwa Islam itu rahmatan lil ‘alamin. Membawakan informasi yang akurat yang membawa kedamaian untuk manangkal misinformasi, hoaks dan kabar yang menyebabkan kericuhan.

Di manakah peran mahasiswa? Maka ini adalah tantangan kita sebenarnya. Mahasiswa sebagai Agent of Change (Agen Perubahan), penggerak ke arah yang lebih baik. Mahasiswa memiliki pemahaman yang baik, memiliki teori dan keilmuan, harus mengawal masyarakat dalam menghadapi era 4.0, terlebih masyarakat desa terbilang jauh dari segi modernitas. Akibatnya ketika covid19 kemarinnya ini menyerang yang paling dirugikan adalah sektor pendidikan di perkampungan.

Masyarakat yang buta teknologi dipaksa menggunakan gatget dan internet. Tentu saja sangat kwalahan menyesuaikan diri. Mahasiswa harus bisa memandu, memberi penjelasan dan wawasan yang dibutuhkan msyarakat. Sekaligus harus memperkuat pertahanan pemikiran masyarakat bahwa semua yang ada di internet tidak sepenuhnya benar. Ini penting untuk menanggulangi ketakutan dan kekhawatiran berlebihan dari orang awam.

Nah, untuk itu mahasiswa harus cakap, kreatif dan memberi inovasi baru. Pertama, yang bisa dilakukan ialah mencintai diri sendiri. Sayang sekali jika ada mahasiswa yang masuk kuliah luntang-lantung, ini cerminan kita tidak mencintai diri sendiri.

Kedua, memahami sejarah, mendalami dan meneliti poros zaman. Karena sejarah bukan hanya berisi cerita dan kejadian demi kejadian dramatis, melegenda atau mitos, kita bisa belajar banyak dari sejarah hingga memberi kita pengetahuan langkah apa yang bisa kita ambil. Mungkin itulah sebabnya di al-Quran bukan hanya berisi hukum-hukum syariat, tapi juga menceritakan umat-umat terdahulu.

Ketiga, mahasiswa harus berani menyuarakan kebenaran, keadilan dan menerapkan kesejahteraan.  Bukan hanya dengan demonstrasi dan berteriak di jalan-jalan. Kesejahteraan di masyarakat bisa dengan bakti sosial, menciptakan alat-alat baru yang membantu masyarakat. Dan perlu diingat, mahasiswa tidak boleh menjual suara kepada siapapun.

Keempat,  kita semua mahahasiswa harus berkolaborasi. Tidak bisa kita bekerja diri sendiri. Lagi-lagi, kita harus memanfaatkan teknologi untuk menyatukan pendapat di setiap daerah, bahkan di seluruh Nusantara. Tidak beleh tidak, mahasiswa harus menguasai teknologi. Untuk itu, semakin canggih teknologi, harus semakin canggih pemikiran kita.

Terakhir, segera lakukan tindakan. Mahasiswa harus bisa meningkatkan kualitas, meningkatkan kreativitas untuk menjawab tantangan-tantangan zaman yang terus bekembang.

Ditambah lagi dunia mulai persiapan memasuki Society 5.0, di mana akan ada 1800 start up (bisnis baru). Sedang Indonesia secara makro, mempunyai tiga sektor potensial yakni agrikultur, manufaktur dan ICT (Information, Communication dan Technologi). Namun, kalau kita memasuki daerah pinggiran, masih banyak daerah indonesia yang ketinggalan.

Hal ini akan menyebabkan perpindahan penduduk dari desa menuju kota (urbanisasi), karena peluang besar yang tersedia sekarang ada di kota. Kalau kita mahasiswa tidak bisa memperbaiki, paling tidak menyediakan lapangan kerja di desa, membangun inovasi baru, maka diprediksi tahun 2045 seluruh penduduk akan memenuhi kota.

***

*) Oleh: Miftahul Anam, Mahasiswa STAI Al-Utsmani Bondowoso, Diklat Pelatihan & Kepemimpinan Nasional 2 (2021).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Situbondo just now

Welcome to TIMES Situbondo

TIMES Situbondo is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.