Kopi TIMES

Manajemen Risiko pada Pengelolaan Keuangan di Daerah

Senin, 25 November 2019 - 15:20
Manajemen Risiko pada Pengelolaan Keuangan di Daerah Aris Nur Rakhmayani, SE.,M.Akt Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan

TIMES SITUBONDO, LAMONGANSEJAK tahun 2017, Pemerintah Republik Indonesia (RI) dalam menyampaikan Nota Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melampirkan eksposur terhadap risiko fiskal. Pengungkapan risiko fiskal dalam APBN sangat bermanfaat untuk menumbuhkan kepercayaan para pelaku ekonomi dan investor. 

Dari eksposure risiko fiskal dapat diketahui bagaimana kemampuan pemerintah dalam upaya memenuhi target atas outlook penerimaan negara, manajemen governmet spending dan pembiayaan hutang pemerintah. Hal ini dapat terlihat risiko utang Indonesia menurun yang tergambar melalui perkembangan Credit Default Swap (CDS). Ini disebabkan pengelolaan fiskal yang cukup baik.

Penerapan manajemen risiko di dalam pengelolaan keuangan negara telah didasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 845/KMK.01/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Manajemen Risiko di Lingkungan Kementrian Keuangan. Namun demikian bagaimana penerapan pengelolaan keuangan di daerah?

Membandingkan risiko fiskal pusat dan daerah pada intinya tidak sulit. Risiko yang ada masih terkait dengan urusan perencanaan dan anggaran sebagai inti dari aktivitas pemerintahan. Jika di Pemerintah Pusat risiko fiskal adalah potensi tidak tercapainya tujuan pemerintah akibat berubahnya indikator-indikator dalam APBN maka risiko fiskal yang dimiliki Pemerintah Daerah yaitu juga terkait dengan indikator yang ada di APBD. 

Namun Risiko fiskal daerah lebih karena kebijakan desentralisasi fiskal yang terkait dengan indikator ekonomi makro, perubahan pendapatan transfer, pengelolaan manajemen kas yang buruk, dan pembiayaan yang terus meningkat.

Apabila melihat data dari Kementrian Keuangan RI, sebagaimana di ungkapkan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani pada acara sosialisasi pendapatan bagi hasil dan Dana Desa pada tanggal 14 November 2019, mengungkapkan bahwa secara rata-rata kemampuan keuangan daerah dalam membiayai kebutuhan daerahnya hanya sebesar rata – rata 30 persen, bahkan di Kabupaten Lamongan, hanya sebesar 18 persen, hal ini bercermin pada besaran PAD dibandingkan dengan seluruh Pendapatan Daerah di Tahun 2019 (lihat situs bpkad.lamongankab.go.id).

Seperti yang sudah dinyatakan sebelumnya, risiko fiskal daerah memiliki keterkaitan satu sama lain dengan risiko fiskal pusat. Hal ini dikaitkan dengan ketahanan fiskal dari setiap pemerintahan, baik pusat maupun daerah. Pemerintah Daerah yang memiliki kemandirian yang tinggi terhadap pendapatan transfer dari Pusat akan semakin memiliki ketahanan fiskalnya. 

Namun demikian jika pemerintah daerah mampu mengelola anggarannya dengan sangat baik dan hati-hati, maka risiko fiskal dapat semakin dapat dilakukan eksposure. Keterkaitan risiko fiskal pusat-daerah ini akan mudah dipahami dengan terlebih dahulu mengidentifikasi sumber-sumber risiko fiskal tersebut.

Sumber-sumber risiko fiskal dapat dilihat dari setiap indikator-indikator yang terdapat di dalam anggaran pendapatan dan belanja pemerintah. Berikut sumber-sumber risiko fiskal yang dimiliki baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sebagaimana laporan BPKP dapat terjadi karena :
1.   Berfluktuasinya sisi pendapatan;
2.   Berfluktuasinya sisi belanja; dan
3.   Eksposur dari kewajiban kontinjensi.

Dengan kemampuan kemandirian keuangan yang rapuh tersebut, pengungkapan manajemen risiko khususnya risiko fiskal sangat penting untuk dilakukan. Bayangkan apabila sumber pembiayaan daerah bertumpu pada pendapatan transfer pemerintah pusat, apabila pemerintah pusat tidak dapat memenuhi realisasi pendapatannya, implikasinya adalah Pemda dapat masuk ke situasi financial distress, lalu meningkat menjadi darurat fiskal (fiscal emergencies) atau kehilangan kemampuan fiskal daerah. 

Sampai saat ini belum ada pengaturan manajemen risiko terhadap pengelolaan keuangan daerah. Sebagai tindaklanjut adanya Undang-Undang Nomor 23 tentang Pemerintah Daerah, telah terbit Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, namun peraturan tersebut tidak mengungkapkan sama sekali bagaimana manajemen risiko harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah. 

Pada Tahun 2018, Pemerintah Daerah diminta oleh Kementerian Keuangan untuk melakukan penerapan belanja dinamis, karena sumber-sumber pendapatan daerah juga bersifat dinamis. Semoga tindaklanjut pengaturan teknis pengelolaan keuangan daerah sudah mencantumkan eksposure manajemen risiko dalam pengelolaan keuangan daerah yang sampai saat ini belum terbit. (*)

*) Penulis: Aris Nur Rakhmayani, SE.,M.Akt Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan (Unisla).

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

Pewarta :
Editor : Ardiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Situbondo just now

Welcome to TIMES Situbondo

TIMES Situbondo is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.