https://situbondo.times.co.id/
Opini

Merah Putih di Pangkuan Data

Rabu, 13 Agustus 2025 - 21:31
Merah Putih di Pangkuan Data Nur Kamilia, Dosen Hukum STAI Nurul Huda Situbondo.

TIMES SITUBONDO, SITUBONDO – Delapan puluh tahun lalu, para pejuang kita mengangkat senjata demi satu kata yang tak ternilai: merdeka. Kini, kita berdiri di panggung sejarah yang sama bedanya, medan tempur telah bergeser. Bukan lagi hutan rimba atau medan perang terbuka, melainkan pusat data, jalur fiber optik, dan algoritma kecerdasan buatan (Artificial Intelligence).

Kemerdekaan di abad ke-21 tak cukup diukur dengan berdirinya bendera setiap 17 Agustus. Ia harus diukur dengan kemampuan bangsa menentukan arah teknologi yang mengatur hidup warganya. 

Tanpa kedaulatan digital, kita hanya menjadi pasar bagi inovasi negara lain, sementara data kita emas baru abad ini terserak di server asing yang tak tersentuh hukum kita.

Di sinilah pentingnya langkah pemerintah membentuk Sovereign AI Fund sebuah dana kedaulatan yang digadang-gadang mulai beroperasi antara 2027 hingga 2029. Tujuannya jelas: membiayai riset, inovasi, dan penerapan AI yang benar-benar menjawab kebutuhan Indonesia. Ini bukan sekadar proyek teknologi, melainkan strategi politik untuk memastikan bahwa merah putih tetap berkibar di pangkuan data.

AI sudah menjadi denyut nadi kehidupan modern. Dari membantu petani memprediksi musim tanam, mempermudah dokter mendiagnosis penyakit, hingga memberikan peringatan dini bencana alam potensinya nyaris tak terbatas. 

Namun, di balik semua itu, ada pertanyaan mendasar: siapa yang mengendalikan AI, dan untuk kepentingan siapa ia bekerja? Sovereign AI Fund mencoba menjawabnya dengan satu visi: AI yang lahir, tumbuh, dan berpihak pada Indonesia.

Peluang dan Tantangan Menuju Kedaulatan Digital

Jika dikelola dengan visi yang jelas, Sovereign AI Fund dapat menjadi mercusuar kedaulatan digital Indonesia. Bayangkan jika dana ini memicu lahirnya AI pertanian yang mampu mengantisipasi serangan hama dan memprediksi cuaca ekstrem, AI pendidikan yang merancang metode belajar sesuai kemampuan setiap siswa, atau AI kesehatan yang memungkinkan diagnosis cepat di puskesmas terpencil.

Kita tidak mulai dari nol. Indonesia punya modal besar: pasar domestik yang luas, keragaman masalah yang justru menjadi lahan uji teknologi, dan generasi muda yang kreatif. 

Negara lain memberi pelajaran. Singapura, misalnya, lewat National AI Strategy berhasil memposisikan diri sebagai hub riset terkemuka. Uni Emirat Arab bahkan memiliki menteri khusus untuk AI, menunjukkan keseriusan mereka di ranah ini.

Namun, kita juga harus realistis. Tantangan yang menunggu tak sedikit. Pertama, keterbatasan talenta digital para ahli AI dan data scientist masih jauh dari cukup. 

Kedua, infrastruktur internet dan pusat data belum merata di seluruh wilayah, membuat akses dan pemerataan teknologi terhambat. 

Ketiga, isu etika dan privasi data yang jika diabaikan bisa menimbulkan ketidakpercayaan publik. 

Dan terakhir, tata kelola dana publik yang harus transparan agar Sovereign AI Fund tidak menjadi proyek indah di atas kertas namun mandek di lapangan.

Artinya, Sovereign AI Fund bukan jaminan keberhasilan otomatis. Ia adalah peluang besar yang hanya bisa diwujudkan dengan perencanaan matang, pengawasan ketat, dan kemauan politik yang kuat. 

Tanpa itu, kita berisiko hanya menambah daftar panjang program ambisius yang kandas sebelum membuahkan hasil.

Mengisi Kemerdekaan dengan Kolaborasi Teknologi

Kedaulatan teknologi tidak bisa dikerjakan oleh pemerintah seorang diri. Dunia usaha perlu menjadi mitra yang aktif, tidak hanya sebagai penyandang dana tambahan, tapi juga pengguna awal teknologi AI buatan dalam negeri. 

Akademisi dan peneliti harus menjadi penggerak inovasi, memastikan bahwa riset tidak berhenti di jurnal, tetapi terwujud dalam produk yang bermanfaat. Komunitas teknologi, startup, hingga pengembang individu bisa menjadi ujung tombak kreativitas yang mengisi celah-celah kebutuhan pasar.

Masyarakat pun memiliki peran penting: mengawal transparansi dan memastikan bahwa AI yang dibangun tidak merugikan atau mendiskriminasi. Pengawasan publik adalah jaminan bahwa Sovereign AI Fund benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan kelompok tertentu.

Peringatan 80 tahun kemerdekaan adalah momentum untuk menyadari bahwa perjuangan kini tidak lagi mengusir penjajah berseragam, melainkan menghindari ketergantungan pada teknologi yang tidak kita kuasai. 

Kita sedang menghadapi “penjajahan halus” melalui data, algoritma, dan perangkat lunak. Jika kita hanya menjadi pengguna pasif, maka kita menyerahkan masa depan kepada pihak luar.

Kemerdekaan adalah kata kerja ia harus terus dikerjakan. Di era ini, pekerjaan itu berarti membangun AI yang memihak pada Indonesia. Menegakkan merah putih di pusat data, di kode program, di setiap algoritma yang kita ciptakan. 

Sovereign AI Fund adalah alat perjuangan, tapi semangatnya tetap sama seperti 80 tahun lalu: melindungi, memajukan, dan memerdekakan rakyat Indonesia di medan tempur zaman ini.

***

*) Oleh : Nur Kamilia, Dosen Hukum STAI Nurul Huda Situbondo.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

________
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Situbondo just now

Welcome to TIMES Situbondo

TIMES Situbondo is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.