TIMES SITUBONDO, MALANG – Bagi mahasiswa dan civitas akademika Universitas Negeri Malang (UM), sosok Suratmi bukanlah nama asing. Di tengah gempuran minuman modern kekinian, Suratmi tetap teguh dengan sepedanya untuk berjualan jamu yang ia tekuni sejak 1975.
Jamu yang dijualnya beragam, mulai beras kencur yang ampuh mengatasi rasa tidak enak badan, hingga kunir asem yang baik untuk kesehatan lambung. Ada pula kunci suruh, kunir luntas, sinom dan temulawak yang kaya manfaat.
Harga jamu yang dijualnya berkisar antara Rp 5-20 ribu, tetap terjangkau bagi mahasiswa dan pelanggan setianya.
Tak hanya jamu, Suratmi juga menawarkan aneka jajanan tradisional seperti mbothe, singkong, ketela rambat, kacang kukus, lemet, pisang kukus serta berbagai jenis kerupuk dan makaroni dengan harga terjangkau, mulai Rp 1000 hingga Rp 5000.
Rutinitas Suratmi dimulai pagi pukul 06.00 WIB. Ia membawa dagangannya ke sekolah-sekolah di lingkungan UM seperti TK dan SD Laboratorium.
Setelah itu, ia memasuki Universitas Negeri Malang (UM) sekitar pukul 09.00 WIB, berkeliling dari fakultas ke fakultas hingga pukul 15.00 WIB. Bahkan, ia tak segan mengantarkan pesanan ke Rektorat dari lantai satu hingga lantai delapan.
Hari Sabtu, ia mengunjungi rumah pelanggan setia, sedangkan Minggu menjadi waktu istirahatnya. Setiap hari, ia mengaku harus berbelanja bahan-bahan seperti beras dan gas, sedangkan empon-empon sebagai bahan jamu dibeli seminggu sekali.
"Dulu, yang jualan Ibu saya. Terus saya kepinginnya jualan jamu. Saya sudah mulai jualan sejak umur 12 tahun. Sekarang saya jualan untuk keluarga dan cucu," ungkap wanita asli Jawa Tengah ini.
Keberadaan Suratmi yang legendaris di UM bukan hanya sebagai pelaku bisnis, tetapi juga sebagai pengingat bahwa tradisi bisa tetap hidup di tengah modernitas. Pelanggannya pun setia, membuktikan bahwa jamu sebagai ramuan herbal warisan leluhur masih memiliki tempat di hati masyarakat. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Mengenal Suratmi, Penjual Jamu Legendaris di UM yang Lima Dekade Setia Jaga Tradisi
Pewarta | : Vania Kusumawardani Hidayat (Magang MBKM) |
Editor | : Ronny Wicaksono |