TIMES SITUBONDO, SITUBONDO – Kabupaten Situbondo merupakan wilayah pesisir di Jawa Timur, yang kaya akan potensi laut. Banyak bisnis dan pekerjaan yang memanfaatkan kekayaan tersebut. Seperti bisnis ikan jenggala kering yang digeluti Joko Malis.

Joko yang kini berusia 66 tahun itu lahir dan tinggal di Dusun Pakulima, Desa Mandaran, Kecamatan Besuki, Situbondo. Omzet puluhan juta rupiah telah didapatnya hasil dari bisnis ikan Jenggala.

Kepada TIMES Indonesia, Joko menceritakan awal mula ia merintis ikan jenggala. Meski bisnisnya itu sempat dipertanyakan oleh warga sekitar, namun kini hasil manis telah ia dapatkan.

Ada beberapa hal yang dianggap bahwa bisnis ikan jenggala tidak menguntungkan. Selain proses produksi yang cukup lama, ikan jenggala kering mengalami penurunan berat selama proses pengeringan. Belum lagi minimnya peminat terhadap ikan tersebut. "Banyak sekali tantangannya waktu itu," kenangnya.

Akan tetapi, keyakinan dan optimisme membuat Joko dan istrinya terus menggeluti bisnis tersebut. Memang, mulanya tidak memproduksi dalam jumlah banyak. Seingat dia hanya satu bak ikan jenggala kering. "Kalau tidak salah 10 tahun yang lalu itu," beber Joko.

Satu bak ikan berisi kurang lebih 15 kg jenggala tersebut, kemudian diolah menjadi jenggala kering. Setelah dijemur selama tiga hari, berat total produksi pertama ikan jenggala kering menyusut menjadi 10 kg.

Ikan jenggala kering itu kemudian Joko titipkan ke pedagang di Pasar Induk Besuki. Untuk satu kilonya dibanderol mulai Rp 20 ribu sampai Rp 25 ribu. Tergantung harga ikan segar saat itu.

Siapa sangka, ikan jenggala kering produksi Joko dan istrinya ludes terjual. Pelanggan pun mulai berminat.

Setelah itu, secara bertahap Joko mulai naikkan jumlah produksi ikan jenggala keringnya.

Sempat Ditipu, Kini Punya Karyawan

Tidak selalu hal baik mengiringi perjalanan bisnis ikan jenggala kering milik Joko. Ia juga sempat ditipu oleh orang tak bertanggungjawab.

Pada tahun 2019, ada seorang pembeli yang sudah sepakat memborong ikan jenggala kering milik Joko. Saat itu, ada kesepakatan bahwa harus ada pembayaran uang muka. “Namun DP (uang muka, Red) belum sempat dibayar, ikannya keburu dibawa kabur,” kata Joko.

Joko tidak tinggal diam. Usai mengalami pahitnya berbisnis, Joko langsung memutar otak guna tutupi kerugian akibat kejadian tersebut.

Dengan modal nekat, Joko memberanikan diri mengirim produk jenggala kering produksinya ke Bali. Tentu, bayang-bayang kejadian sebelumnya masih menghantui.

Tapi kali ini Joko bernasib baik. Produk ikannya diterima di pasaran Bali. Order pun terus berdatangan. "Benar-benar pertaruhan waktu itu," ujar Joko.

Karena pesanan semakin banyak, Joko dan istrinya pun kewalahan. Memberdayakan masyarakat sekitar jadi solusinya.

Kini untuk penuhi kuota produksi harian sekitar 2 kwintal, Joko mempekerjakan 3 orang karyawan. Mulai dari pemotongan, pembersihan ikan hingga penjemuran. "Biasanya 3, kalau kurang ya nambah orang," ungkapnya.

Ditanya tentang omzet, Joko menjelaskan bahwa bisnis ikan jenggala kering miliknya bisa meraup hingga Rp 40 juta setiap pengiriman. "Tergantung jumlah ikan dan permintaan pasar," jelasnya.

Tidak hanya dijual di Situbondo. Produk ikan jenggala kering milik Joko juga punya pelanggan di wilayah Banyuwangi dan Bali. Setidaknya pengiriman ke luar kota itu dilakukan seminggu sekali, dengan berat total sekitar 2 ton.

Tidak lupa akan jerih payahnya membangun bisnis ikan jenggala kering. Selain memberdayakan masyarakat, Joko tetap menjaga jalur distribusi lokal dan memasarkan produknya di Situbondo. (*)